Setiap
tanggal 21 April di Indonesia selalu diperingati sebagai hari kesetaraan (emansipasi)
wanita atau hari R.A Kartini. Berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati
hari lahirnya Raden Ajeng Kartini ini. Pada umumnya ekspresi masyarakat lebih menonjolkan
kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial atau simbolik dengan menggadang-gadangkan
seorang Kartini yang luar biasa.
Sosok
Kartini memang spesial jika dibandingkan dengan perempuan pribumi lainnya, Beliau
mampu mengeluarkan ide pemikiran mengenai kesetaraan hak dalam mendapatkan
pengajaran atau pendidikan khususnya bagi kaum perempuan. Maklum pada waktu itu
adat Jawa begitu sangat mengungkung kebebasan berpendidikan bagi kaumnya. Salah
satunya seperti adat pingitan mulai
usia 12 tahun dimana anak perempuan hanya boleh tinggal di rumah.
Benarkah ayahanda Kartini
berpoligami?
Bicara
masalah poligami, Emak mana yang mau dipoligami? Hehe..
Cerita
kartini yang dipoligami memang sangat menarik untuk dibahas karena bagian ini
merupakan kisah hidup Kartini yang jarang diungkap. Mari kita lihat sejarah
hidup seorang R.A.Kartini yang lahir dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan
Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas adipati Ario Sosroningrat, seorang
patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Kartini
adalah putri dari istri pertamanya Sosroningrat, tetapi bukan istri utama.
Ibunya bernama M.A.Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kiyai Haji
Madirono seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Ayah
kartini pada mulanya adalah seorang Wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu
itu mengharuskan seorang bupati beristrikan seorang bangsawan. Karena M.A.Ngasirah
bukan bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan
keturunan langsung Raja Madura. Setelah pernikahan itu maka ayah Kartini diangkat
menjadi bupati di Jepara menggantikan ayahanda R.A. Woerjan.
Jadi
kesimpulannya ayahanda Kartini memang berpoligami sebagai syarat kenaikan
jabatan, dan Kartini adalah anak dari
istri pertamanya.
Benarkah R.A. Kartini dipoligami?
Kartini
memang terlihat sangat cerdas pada zamannya jika dilihat dari segala pemikiran
yang Ia tuangkan dalam surat untuk sahabat penanya di Belanda yang bernama Rosa
Abendanon. Ia merupakan seorang yang cukup gigih menggelorakan pemikirannya
mengenai kesetaraan mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal pendidikan
sebagaimana kaum laki-laki. Ia juga termasuk yang menggelorakan
ketidaksetujuannya akan praktek poligami yang dilakukan semena-mena oleh para
bangsawan pada zamannya. Hal ini tertulis dalam surat-suratnya untuk nyonya
Belanda bernama Van Kol, dimana Dia mengibaratkan seorang wanita Indonesia
bukan “Dewi Tolol” yang harus terkurung dalam sangkar emas. (Sumber :
Wikipedia)
Pada
usia 24 tahun, Kartini berkeinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi di Betawi. Namun ayahnya melarangnya, karena pada waktu itu usia
24 tahun dibilang sudah perawan tua. Kemudian ayah Kartini menerima pinangan seorang
Bupati Rembang yang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adiningrat yang
telah memiliki tiga istri. Kartini tidak bisa menolak semua keputusan
ayahandanya meskipun harus mengubur segala mimpinya untuk bisa bersekolah,
karena beliau sangat mencintai ayahnya tersebut. Maka pada tanggal 12 November
1903 Kartini menikah dan tinggal di Rembang.
Bersyukur
suami Kartini sangat mendukung keinginan istrinya, Beliau diberi kebebasan dan
didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kantor Kabupaten
Rembang, atau bangunan yang sekarang digunakan sebagai Gedung Pramuka. Sayangnya
Kartini meninggal di usia sangat muda yaitu usia 25 tahun setelah melahirkan
anak pertama dan satu-satunya.
Itulah
sekelumit cerita lain dari sosok Kartini yang merupakan seorang putri dari ayah
yang berpoligami, begitu pula dengan dirinya yang dijadikan istri ke empat oleh
seorang Bupati Rembang. Terlepas dari betul atau tidaknya sejarah tentang
Kartini, kita sebagai perempuan patut berbangga hati dengan segala pemikiran
Beliau yang sangat peduli akan kemajuan perempuan Indonesia. Wallohu A’lam.
EmoticonEmoticon