Doc: Pribadi |
Popok bayi tentu bukan barang yang asing terutama untuk orang tua. Popok bisa dikatakan sebagai kebutuhan primer bagi rumah tangga, terutama yang memiliki bayi ataupun lansia. Baru-baru ini kota Mojokerto dikategorikan sebagai kota Darurat Popok, setidaknya itu yang dikatakan ketua Tim Satgas Evakuasi Popok (Kuapok) yang dilansir dari situs SindoNews.com.
Satgas Kuapok yang terdiri dari sejumlah aktivis lingkungan dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) telah melakukan penelusuran dan penelitian di lima sungai bawah jembatan yang ada di kota Mojokerto. Yang paling parah dari kelima sungai itu adalah bawah jembatan sungai Gajah Mada dan Sinoman. Hasil penyisiran bawah jembatan Gajah mada saja selama 30 menit, mereka menemukan setidaknya 500 jenis popok dengan berbagai merk.
Ketua Satgas Kuapok menyebutkan bahwa darurat popok yang disandang kota Mojokerto tentu saja sangat berbahaya, mengingat popok memiliki bahan kimia yang berbahaya. Popok memiliki gel yang jika mencemari sungai dan termakan ikan, maka ikan tersebut tak layak konsumsi alias berbahaya untuk tubuh manusia. Gel yang terdapat pada popok dikategorikan sebagai limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, Popok dikategorikan sebagai residu dan perlu penanganan khusus. Oleh karena itu pemerintahan Kota Mojokerto harus segera menanggapi masalah ini supaya tidak kian melebar dan menimbulkan masalah baru.
Saya pribadi baru-baru ini survey langsung ke sungai dekat tempat tinggal saya di kota Mojokerto. Hasilnya memang sangat mencengangkan. Banyak sekali popok yang bergeletakan di sungai. Bukan satu atau dua, tapi banyak. Bahkan saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri ada sekantong plastik besar isinya popok bekas yang sengaja dibuang ke sungai. Maka tak heran daerah sekitar sungai ini sering tergenang banjir manakala musim penghujan tiba.
Doc: Pribadi |
Ternyata tidak hanya di sungai, masyakarakat kota yang notabene berpendidikan tinggi ini seolah kehabisan akal untuk membuang sampah popok. Mereka meletakkan sekantung bekas popok di depan ATM atau depan pusat pernbelanjaan. Bukan mengada-ada, ini kenyataan.
Dari fakta di atas jelas sudah penyebab darurat popok di Mojokerto itu karena kebiasaan masyarakat yang sulit diubah. Mereka pada umumnya masih percaya bahwa membuang popok ke sungai jauh lebih aman daripada membakarnya. Membakar popok bayi bisa menimbulkan penyakit kulit pada bayinya. Kepercayaan ini sudah ada sejak zaman nenek moyang dan sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Karena popok lebih banyak di pakai di perkotaan, sebenarnya relatif mudah untuk memberikan peraturan tentang larangan membuang sampah terutama popok di sungai. Masyarakat kota cenderung lebih takut akan sanksi yang tegas. Mereka cenderung malas berurusan dengan hukum, maka dia berusaha untuk tak melanggar hal yang dilarang pemerintah. Namun harus dipastikan juga bahwa perda tersebut diketahui oleh masyarakat. Serasa percuma jika ada peraturan tentang sampah namun tak diketahui oleh masyarakat.
Selain Perda, pemerintah juga bisa bekerjasama dengan pihak produsen popok supaya ikut andil dalam penanganan sampah popok bekas. Bagaimana sebaiknya sampah popok bekas didaur ulang atau dihancurkan dengan aman. Juga pentingnya dibentuk Satgas oleh pemerintah yang tugasnya untuk memantau, mengedukasi dan memberi sanksi kepada masyarakat yang membuang sampah popok ke sungai. Karena bagaimana pun canggihnya teknologi, jika masyarakatnya belum memiliki kesadaran akan bahaya sampah terutama popok, percuma saja.
Semoga kota Mojokerto segera terbebas dari Darurat Popok dan menjadi kota yang nyaman, aman dan bersih.
EmoticonEmoticon